Senin, 15 Mei 2017

Definisi dan Dasar Hukum Ijarah



 DEFINISI DAN HUKUM IJARAH
Makalah ini guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqh Mu’amalah
Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I.,M.SI.




 








Disusun oleh:
Evi Setianingsih                        1502100050

Kelas: B
PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
2016


BAB I
PENDAHULUAN



A.     Latar Belakang

Berbagai pernyataan tentang ijarah yang sebenarnya intinya memberikan pemahaman bahwa ijarah adalah akad untuk memberikan pengganti atau kompensasi atas penggunaan manfaat suatu barang. Sementara itu, Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 mendefinisikan ijarah, “ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran”.
Menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya tetap ada, misalnya pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap ada dan dihukumi manfaat, sebagaimana dibolehkan dalam wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik).



















BAB II
PEMBAHASAN



A.     Definisi Ijarah
Ijarah secara etimologi adalah masdar dari kata ajara-ya’jiru, yaitu upah yang diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Al-ajru berarti upah atau imbalan untuk sebuah pekerjaan. Al-ajru makna dasarnya adalah pengganti, baik yang bersifat materi maupun immateri.[1]
Al Syarbini mendefinisikan ijarah sebagai berikut:
       “Akad untuk menukar manfaat suatu barang dengan sesuatu, di mana manfaat tersebut merupakan manfaat yang halal dan diperbolehkan oleh syara”

Sedangkan Ulama Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikan ijarah:
“Pemiliki manfaat suatu barang yang mubah dengan penggantian”

Ensiklopedia Fiqh mendefinisikan al-Ijarah sebagai berikut:
“Akad penukaran terhadap manfaat suatu barang dengan harga atau barang tertentu”

Berbagai pernyataan diatas intinya memberikan pemahaman bahwa ijarah adalah akad untuk memberikan pengganti atau kompensasi atas penggunaan manfaat suatu barang. Sementara itu, Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 mendefinisikan ijarah, “ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran”.[2]
Menurut etimologi, ijarah adalah بیع المنفعة (menjual manfaat). Menurut terminologi syara’. ijarah diterjemahkan sebagai jual-beli jasa (upah-mengupah): mengambil manfaat tenaga manusia dan sewa-menyewa: mengambil manfaat dari barang. Dalam arti luas, ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Menurut bahasa, ijarah berarti upah atau ganti atau imbalan. Sedangkan lafaz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas.
Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan oleh ulama fikih. Ulama mazhab Hanafi mendefinisikan dengan transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Ulama mazhab Syafi’i mendefinisikan dengan transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu, Ulama mazhab Maliki dan Hanbali mendefinisikan dengan pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya, tetapi bendanya. Menanggapi pendapat di atas, Wahbah Al-Juhaili mengutip pendapat Ibnu Qayyim dalam I’lam Al-Muwaqi’in bahwa manfaat sebagai asal ijarah sebagaimana ditetapkan ulama fiqih adalah asal fasid (rusak) sebab tidak ada landasannya, baik dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ maupun qias yang shahih.
Menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya tetap ada, misalnya pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap ada dan dihukumi manfaat, sebagaimana dibolehkan dalam wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya.
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa.Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada tiga jenis:
1.    Ijarah, sewa murni. Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah.
2.    Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease).
3.    Musyarakah Mutanaqisah/Descreasing Participation. Jenis ini adalah kombinasi antara Musyarakah dengan Ijarah (perkongsian dengan sewa).[3]
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, dengan pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Menurut Hasbi Ash Shiddieqy bahwa ijarah adalah akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu artinya memiliki manfaat dengan iwadl, sama dengan menjual manfaat..[4]
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah, al ijarah berasal dari kata al ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti/kompensasi). Ijarah dapat didefinisikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Jadi ijarah dimaksudkan untuk mengambil manfaat atas suatu barang atau jasa (mempekerjakan seseorang) dengan jalan penggantian (membayar sewa atau upah sejumlah tertentu.
Dari pengertian diatas, ijarah sejenis dengan akad jual beli namun yang dipindahkan bukan hak kepemilikannya tapi hak guna atau manfaat, manfaat dari suatu aset atau dari jasa/pekerjaan.
Aset yang disewakan (objek ijarah) dapat  berupa rumah, mobil, peralatan dan lain sebagai. Karena yang ditransfer adalah manfaat dari suatu aset, sehingga segala sesuatu yang dapat ditransfer manfaatnya dapat menjadi objek ijarah. Dengan demikian, barang yang dapat habis dikonsumsi tidak dapat menjadi objek ijarah, karena mengambil manfaatnya berarti memilikinya. Bentuk lain dalam ijarah adalah manfaat dari suatu jasa yang berasal dari hasil karya atau dari  pekerjaan seseorang.
Akad ijarah mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan aset yang dapat digunakan atau dapat diambil manfaat darinya selama periode akad dan memberikan hak kepada pemberi sewa untuk menerima upah sewa (ujrah). Misalnya menyewakan LCD, maka LCD tersebut harus dapat digunakan dan bukan LCD yang rusak yang tidak dapat diambil manfaat darinya. Apabila setelah akad setelah akad terjadi kerusakan sebelum digunakan dan sedikit pun waktu belum berlalu maka akad dapat dikatakan tidak sah atau pemberi sewa harus mengganti dengan aset sejenis lainnya.[5]
Idris Ahmad dalam bukunya yang berjudul Fiqh Syafe’i berpendapat bahwa ijarah berarti upah-mengupah. Hal ini terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah, yaitu mu’jirdan musta’jir (yang memberikan upah dan yang menerima upah), sedangkan Kamaluddin A. Marzuki sebagai penerjemah fiqh sunnah karya Sayyid Sabiq menjelaskan makna ijarah dengan sewa-menyewa.
Dari dua buku tersebut ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional, sewa biasanya digunakan untuk benda. Sedangkan upah digunakan untuk tenaga. Dalam bahasa Arab upah dan sewa disebut qarah.[6]
Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Menurut Muhammad Syafi‟i Antonio ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang maupun jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.[7]
Ijârah berasal dari kata al-ajru yang berarti sama dengan kata al-‘iwadhu yaitu ganti atau upah. Menurut Dr. Muhammad Syafi‟i Antonio Ijârah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/mlkiyah). Ada yang menerjemahkan Ijârah sebagai jual beli jasa (upah mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang.
Pembagian Ijarah :
Dilihat dari sisi obyeknya, akad ijarah dibagi menjadi dua, yaitu:
1)      Ijarah manfaat (Al-Ijarah ala al-Manfa’ah), hal ini berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
Misalnya, sewa menyewa rumah, kendaraan, pakaian dll. Dalam hal ini mu’jir mempunyai benda-benda tertentu dan musta’jir butuh benda tersebut dan terjadi kesepakatan antara keduanya, di mana mu’jir mendapatkan imbalan tertentu dari musta‟jir dan musta‟jir mendapatkan manfaat dari benda tersebut.
2)      Ijarah yang bersifat pekerjaan (Al-Ijarah ala Al-‘Amal), hal ini berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang memperkerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan diebut ujrah. Artinya, ijarah ini berusaha mempekerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Mu’jir adalah orang yang mempunyai keahlian, tenaga, jasa dan lain-lain, kemudian musta’jir adalah pihak yang membutuhkan keahlian, tenaga atau jasa tersebut dengan imbalan tertentu. Mu’jir mendapatkan upah (ujrah) atas tenaga yang ia keluarkan untuk musta‟jir dan musta‟jir mendapatkan tenaga atau jasa dari mu‟jir. Misalnya, yang mengikat bersifat pribadi adalah menggaji seorang pembantu rumah tangga, sedangkan yang bersifat serikat, yaitu sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak. (Seperti; buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu).
Ijarah dalam Perpektif Ekonomi Islam

Ijarah adalah pemilikan jasa dari seorang mu’ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta’jir (orang yang mengontrak tenaga), serta pemilikan harta dari pihak musta’jir oleh seorang mu’ajir. Atau dengan kata lain ijarah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi.
Syarat sah dan tidaknya transaksi ijarah tersebut adalah adanya jasa yang dikontrak haruslah jasa yang mubah. Tidak diperbolehkan mengontrak seorang mu‟ajir untuk memberikan jasa yang diharamkan. Hal-hal yang terkait dengan kesepakatan kerja dapat diuraikan sebagai berikut:

1.    Ketentuan kerja
Ijarah adalah memanfaatkan jasa seseorang yang dikontrak untuk dimanfaatkan tenaganya. Oleh karena itu, dalam kontrak kerjanya, harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah, serta tenaganya.jenis pekerjaanya harus dijelaskan, sehingga tidak kabur, karena transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah fasid (rusak) dan waktunya harus ditentukan, misalnya harian, bulanan, atau tahunan. Selain itu, upah kerjanya juga harus ditetapkan.
2.    Bentuk kerja
Tiap pekerjaan yang halal maka hukum mengontraknya juga halal. Di dalam ijarah tersebut harus tertulis jenis atau bentuk pekerjaan yang harus dilakukan seorang mu’ajir.
3.    Waktu kerja
Dalam transaksi ijarah harus disebutkan jangka waktu pekerjaan itu yang dibatasi leh jangka waktu berlakunya perjanjian atau selesainya pekerjaan tertentu. Selain itu, harus ada juga perjanjian waktu bekerja bagi mu‟ajir.
4.    Gaji kerja
Disyaratkan juga honor transaksi ijarah tersebut jelas, dengan bukti dan ciri yang bisa menghilangkan ketidakjelasan. Kompensasi transaksi ijarah boleh tunai, dan boleh juga tidak dengan syarat harus jelas. [8]
Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah ganti dan upah.  Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda pendapat mendefinisikan ijarah, antara lain adalah sebagai berikut:
Menurut Hanafiyah bahwa ijarah ialah akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
Menurut Malikiyah bahwa ijarah adalah nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.
Menurut Syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang dimaksud dengan ijarah ialah akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”.
Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah ialah akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.
Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-syarat tertentu.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kiranya dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya, diterjemahkan dalam bahasa indonesia berarti sewa-menyewa dan upah-mengupah, sewa-menyewa adalah “menjual manfaat”.[9]
Ijarah adalah mengambil manfaat dengan jalan penggantian, artinya pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan objek yang ditransaksikan melalui penguasaan sementara atau peminjaman objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama.[10]
Menurut etimologi, ijarah adalah (menjual manfaat). Demikian pula artinya menurut terminologi syara’. Ada yang menerjemahkan, ijarah sebagai jual-beli jasa (upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa-menyewa.[11]

B.     Hukum Ijarah
Ulama bersepakat bahwa ijarah diperbolehkan. Ulama memperbolehkan ijarah berdasarkan legitimasi dari Al-Qur’an, Al-Sunnah dan Ijma’. Legitimasi dari Al-qur’an antara lain :
1.    Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 233:
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”

2.    Firman Allah Surat Al-Talaq ayat 6:
“..Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka  berikanlah  kepada mereka upahnya..”

3.    Firman Allah Surat Al-Qasas ayat 26-27:
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah dia (Syua’ib):”sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.”
           Sementara legalitas dari Al-Sunnah, ada beberapa riwayat yangg menyatakan disyariatkannya ijarah, antara lain:
1.    Hadis riwayat dari Abdullah bin Umar:
“Dari Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah Saw. Bersabda: Berikanlah upah orang yang bekerja sebelum keringatnya mengering”

2.    Hadis riwayat Abu Hurairah:
“Allah SWT berfirman: “Ada tiga kelompok yang Aku menjadi musuh mereka pada Hari Kiamat nanti.Pertama, orang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia mengkhianatinya. Kedua, orang yang menjual orang merdeka (bukan budak belian), lalu ia memakan (mengambil) keuntungannya. Ketiga, orang yang mempekerjakan seseorang, lalu pekerja itu memenuhi kewajibannya, sedangkan orang itu tidak membayar upahnya.”
           Selain legalitas dari ayat dan hadis di atas, ijarah diperbolehkan berdasarkan kesepakatan ulama atau ijma’. Ijarah juga dilaksanakan berdasarkan qiyas. Ijarah diqiyaskan dengan jual beli, dimana keduanya sama-sama ada unsur jual-beli, hanya saja dalam ijarah yang menjadi objek jual-beli adalah manfaat barang.[12]


3.    Al-Hadist
o  “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepadatukang bekam itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

o  “Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah).
4.    As-Sunnah
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, berikanlah upahnya”(HR. ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al Khudri).

Dari Saad bin Abi Waqqash r.a. bahwa Rasulullah bersabda: “Dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak.” (HR. Nasa’i).
5.    Hadits riwayat Ibn Majjah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
Artinya: ”Di riwayatkan dari Umar Ra. Bahwasanya Nabi  Muhammad SAW bersabda: Bayarlah upah kepada orang yang kamu pakai tenaganya sebelum keringatnya kering”.(HR. Ibnu Majjah). Kaitan dengan sukuk, kedua hadits di atas menunjukkan bahwa pemberian imbalan yang diberikan pada waktu yang telah ditentukan memiliki kesesuaian dengan ajaran Islam. Kesesuaian ini ditunjukkan dengan adanya ajaran yang mengharuskan seorang penyewa memberikan upah sesuai dengan perjanjian waktu yang telah disepakati dengan kesepakatan waktu pemberian imbalan.[13]

Landasan Ijma’nya ialah semua umat bersepakat, tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ijma’ ini, sekalipun ada beberapa orang di antara mereka yang bebeda pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap.[14]
Selain sumber ijarah (sewa) di atas membolehkan ijarah (sewa) karena bermanfaat bagi manusia. Didasari kebutuhan masyarakat akan jasa tertentu.
Dengan adanya kaidah fiqh ini, akan memperkuat keabsahan akad ijarah ialah
اَلأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلا أَنْ يَدُل دَ لِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا.
Artinya: ”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
Terkait dengan adanya Sukuk Ritel akad ijarah yang menerapkan imbalan, bagi hasil, margin (keuntungan) dan capital gain (tambahan) memiliki kesamaan dengan sistem upah di dalam ijarah (sewa).[15]
































BAB III
PENUTUP



Kesimpulan

Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan oleh ulama fikih. Ulama mazhab Hanafi mendefinisikan dengan transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Ulama mazhab Syafi’i mendefinisikan dengan transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu, Ulama mazhab Maliki dan Hanbali mendefinisikan dengan pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, kiranya dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya, diterjemahkan dalam bahasa indonesia berarti sewa-menyewa dan upah-mengupah, sewa-menyewa adalah “menjual manfaat”. Ulama bersepakat bahwa ijarah diperbolehkan. Ulama memperbolehkan ijarah berdasarkan legitimasi dari Al-Qur’an, Al-Sunnah dan Ijma’.


















DAFTAR PUSTAKA



Djuwaini,Dimyauddin,Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Hal. 158.
Karim, Helmi sebagaimana dikutip oleh Mardhiyah Hayati,”Pembiayaan Ijarah Multijasa sebagai alternatif sumber pembiayaan pendidikan”,dalam jurnal ASAS, Vol.6, No.2, Juli 2014,(78-86).
M. Ali Hasan, Berbagi Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, Hal. 230.
Mustofa, Imam dikutip dari Muhammad bin Muhammad  al-Mukhtar Syanqiti, Syarh Zad al-Mustaqna’li al-Syanqiti, (Digital Library, al-Maktabah al-Syamilah al-Isdar al-Sani,2005),IX/61 dalam Fiqh Mu’amalah Kontemporer,RajaGrafindo Persada:Jakarta,2016.
Nur Amalia, Laili, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Penerapan Akad Ijarah Pada Bisnis Jasa Laundry” dalam Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.5, No. 2.(166-189).
Nurhayati,Sri,Akuntansi Syariah Di Indonesia Edisi 4, Salemba Empat: Jakarta,2015.
Suhendi, Hendi,Fiqh Muamalah,Rajawali Pers:Jakarta,2011.
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 144.
Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih..
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah,Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Ed. Ketiga (Revisi), Cet. Pertama, 2009.
Yuliana,Indah,Komparasi Kinerja Obligasi Syariah Ijarah dan Obligasi Konvensional,dalam El-Dinar, Vol. 1, No 1, Januari 2013 (56-66),h.59.


[1] Imam Mustofa dikutip dari Muhammad bin Muhammad  al-Mukhtar Syanqiti, Syarh Zad al-Mustaqna’li al-Syanqiti, (Digital Library, al-Maktabah al-Syamilah al-Isdar al-Sani,2005),IX/61 dalam Fiqh Mu’amalah Kontemporer,RajaGrafindo Persada:Jakarta,2016.h.101.
[2] Ibid.,h.102.
[3] Helmi Karim sebagaimana dikutip oleh Mardhiyah Hayati,”Pembiayaan Ijarah Multijasa sebagai alternatif sumber pembiayaan pendidikan”,dalam jurnal ASAS, Vol.6, No.2, Juli 2014,(78-86).h.79-80.
[4] Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah,Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009, Ed. Ketiga (Revisi), Cet. Pertama, Hal. 83
[5] Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah Di Indonesia Edisi 4, Salemba Empat: Jakarta,2015.h.79.
[6] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, 215-216.
[7]Laili Nur Amalia, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Penerapan Akad Ijarah Pada Bisnis Jasa Laundry” dalam Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol.5, No. 2.(166-189)h.167.
[8]Ibid.,h.171-172.
[9]Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,Rajawali Pers:Jakarta,2011,h.113-116.
[10] Indah Yuliana, Komparasi Kinerja Obligasi Syariah Ijarah dan Obligasi Konvensional,dalam El-Dinar, Vol. 1, No 1, Januari 2013 (56-66),h.59.
[11] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 144.
[12]Imam Mustofa, dikutip dari Fahd bin ‘Ali al-Hasan dalam al-Ijarah al-Muntahiyah bil Tamlik fi al-Fiqh al-Islami,(Maktabah Misykah al-Islamiyyahh,2005),h.105
[13]  M. Ali Hasan, Berbagi Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, Hal. 230.
[14] Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,Rajawali Pers:Jakarta,2011,h.116.
[15] Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Hal. 158.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tafsir ayat jual beli

A.   Pemahaman soal š ú ï Ï % © ! $ # t b q è = à 2 ù ' t ƒ ( # 4 q t / Ì h  9 $ # Ÿ w t b q ã B q à ) t ƒ ž w Î ) $ y J x...